Kemudian semua menjadi samar, kita lamat kehilangan pandangan.
Seberapa sampai pesanmu yang bisu dan membisukan diri namum berpura-pura bersuara dan berusaha?
Berusaha adalah cara terakhir yang ku punya.
Semata-mata untuk membuat kau seolah-olah ada.
Setidaknya aku tidak lagi bercakap dengan dinding.
Aku kini punya bayangmu.
Dalam tatap mataku.
Kini telah berkuntum-kuntum bunga mekar: wanginya itulah buah ciuman kita yang tak pernah usai.
Di dasar kesadaran, aku ingin mendaras saripati kesabaran dalam merindukanmu.
Saat ku bilang akan menemanimu berlari, barangkali akulah yang sesungguhnya memintamu menemanimu berlari, barangkali kepedihan ini, dengan cara yang paling rahasia, yang air matapun tak akan pernah bisa merasakan kesakitannya.
Rahasia seharusnya tetap menjadi rahasia dan mengekalah rasa.
Biar ku tulis di kanvas milikmu, namaku atau inisial kita.
Supaya waktu tak pernah merebut hak kepemilikannya.
Waktu jahat!
Ia suka membiarkan banyak senyum berlalu terlalu cepat.
Dan membiarkan sakit jadi terlalu lambat.
Kertas putih ini ingin ku lukis dengan namamu.
Setiap kali kau ada di sisiku, hanya satu yang ingin kurasakan, yaitu tak ingin kau pergi (lagi).
Saat kau terbaring lemah aku kuat menyandar.
Tapi tak akan ada yang bisa mengerti kalau kamu terlalu jauh dariku.
I have to know that you know me, not just a hope.
Matamu membuat aku selalu tertunduk karena selalu mengatakan aku sayang kamu.
Luluhlantahkanlah semesta.
Jatuh cinta bisa membuat pujangga kehilangan kalimatnya.
Rupanya, cinta sedalam itu.
.V