Saturday, 13 April 2013

Ku Eja Kamu

Sulit ketika memulai suatu kata atau kalimat.
Kalimat yang bahkan di eja per patah kata.

Dan, entah harus dimulai dari mana.
Ku eja tak beraturan.
Ku rangkai sangat hati hati.

Ku tulis dengan perlahan.
Ku padukan dengan nyanyian.
Ku senandungkan dengan nada.
Dan ku biarkan mengalun bersama angin.

Ku eja kamu, dalam gelap!!
Ku eja kamu, dalam terang!!

Ku eja kamu...
Entah harus ku mulai dari mana.

Cerita Bahasa Langit

Awalnya kita saling injak dan sisih.
Lalu kita saling sikut dan menjatuhan.
Tapi itulah nuansa dari awan kuasa.

Gumpalan awan langit biru menjadi saksi segelintir orang yang menamai diri "KITA".
Birunya awan bercerita kisah kita.

Saat hujan deras bagai air mata dan cerah mentari menjadi wajah.
Warna pelangi biru hanya menjadi saksi bisu.
Saksi kisah rajutan perjalanan aku, kamu, kita.

Pelangilah yang menyaksikan dimana perbedaan menjadi sebuah keindahan pada kita.
Langit pun saling bersenandung ria.
Melantunkan lagu rindu antara aku, kamu, kita.

Langit pun berbahasa.
Mereka bersuka cita menyambut esok dimana kita kan selalu bersama selamanya...

Dan dengarlah...
Dengarlah selalu cerita kisah tentang kita.
Cerita bahasa langit, kita.

Puisi Fiksi

Hay, kau yang berpijak kokoh pada ke angkuhan mu.
Kau yang selalu terbang dan hinggap di berbagai sudut tubuh ku.
Dengarlah!!

Aku lah puisi mu.
Tempat kau pendam seribu janji.
Yang menyimpan retak luka mu begitu sunyi.

Aku lah puisi mu.
Tempat kau simpan rasa begitu rahasia.
Menyenduhkan rindu begitu purna.

Aku lah puisi mu.
Kepada ku, nyata kau lebur serupa fiksi.

Malaikat Patah Sayap




Mungkin tak kan pernah ada kata yang cukup indah untuk merangkum semuanya.

Bahkan, warna pelangi pun tak cukup indah untuk mewakilinya.

Disaat warna biru tak cukup lantang untuk melukiskan ketenangan!!

Dan warna hijau pun tak dapat menunjukkan ukir ketabahan!!

Apalagi warna merah tak cukup bijak untuk memperlihatkan keberaniannya!!

Lalu warna kuning yang tak mampu menunjukkan sebuah kegembiraan!!
Bahkan warna violet pun tak sanggup merangkai sebuah harapan!!

Tak ada sedikit daya yang dapat mampu mengukir semua.

Ketika lisan tak sanggup berucap.
Ketika diam tak lagi bermakna.
Ketika semua tetap statis dan diam ditempat.

Bahkan bahagia hanya mampu tersirat dalam bayang.

Tidakkah semua terasa jelas??

Tak ada yang berbeda.
Disaat semua manusia sama.
Walau tak ada yang sempurna dan menyempurnakan.
Karena, malaikat itu bersayap.

Tidakkah semua tampak sempurna??

Bahkan semburan pelangi pun nampak di tepian atap langit.
Cahaya indahnya menyeruak dan berontak keluar perlahan dari kejauhan.
Ditemani teduhnya matahari dan pekatnya awan lepas.

Disaat pandangan tak lagi berbatas pada satu titik.
Hingga dera pun tak lagi ada.
Kesempurnaan akan tiba.

Walaupun...
Malaikat itu patah sayap.

Lukisan Sayap Biru

Jika diberi kesempatan oleh tuhan.
Ijinkan aku untuk melukis cinta untuknya.
Mengguratkan sejuta tinta warna yang membuatnya indah.

Akankah ku dapat melukis cinta untuk mu??

Seperti halnya notasi mimpi kupu-kupu sayap biru.
Bermahkotakan pelangi dan membuatnya semakin indah.
Lalu terbang bersama menuju negeri pelangi.

Tuhan, ijinkan aku untuk melukis cinta untuknya.
Dimana lukisan itu mengisyaratkan lelah ku di jalan resah.

Dua Hati Terpatri

Kasih...
Kau laksana cermin yang berada dalam resonani jiwa.
Yang kan selalu menggetarkan hati hingga ke jiwa dan raga.
Dan kan selalu menghantarkan kehangatan bara.
Dari tiap bekunya hati sang kelana.

Kasih...
Kesetiaan mu agung pada dera kerinduan ini.
Kau bagai pantai menanti ombak didalam pelukan.
Yang terus terendam pada dalamnya kebisuan.

Kasih...
Kau seperti bunga yang menjaga tinggi kucupnya.
Pucuk demi pucuk kasih mu tak juga kian meredup.
Kau mencumbui lautan sukma yang kuyup.
Dalam serenade desiran angin bertiup sayup.

Kasih...
Kau selalu memupuk karang demi karang kesabaran yang tumbuh di lubuk kalbu.
Selalu meleburkan kebimbangan sang peragu.
Disaat luka kuburkan semburat hasrat sang perindu.
Pada saat kelam kelabu cerita masa lalu.

Kasih...
Butiran demi butiran hujan yang jatuh selayaknya mutiara.
tersekat dan terbungkus rapih didalam kado asa.
untuk siap kau buka jika saatnya tiba.
Andaikan mampu ku sibak jendela masa.

Kasih...

Kau sanjung puji didalam serambi janji.
Terucap lugas pada paras mu yang sejati.
Demi ikrar atas cinta suci.
Rekatkan dua hati yang terpati.

Selamat Jalan, Cinta

Diam dalam kelamnya malam.
Hari yang terbiasa dengan mu, mendadak semua berubah.

Aku membisu, bersaksi atas kekejaman takdir yang mengharuskan ku mengikhlaskan mu.

Aku diam, merintih, bersedih atas mu.

Malam ini, aku ditemani gelapnya malam tanpa bintang.
Aku terdiam mengenang paras indah mu.

Senyum mu dulu selalu mengisi tiap detik waktu ku, kini tak lagi ku rasakan.
Candaan mesra yang khas dari mu dulu, kini tak bisa lagi ku lihat.

Kamu yang dulu, selalu bermain indah di relung hati ku.
Tapi, kini hanya sepi yang ada direlung ku.

Cinta...
Kini ku hanya dapat berdoa pada tuhan.
Agar kau selalu tenang disana, disisi tuhan sang pencipta.

Mungkin ku tak kan lagi merasakan kasih seperti mu.
Meski kita berbeda dunia, tapi kita kan selalu bersama di batin dan jiwa.

Selamat jalan, cinta...

Noda Cita Cinta

Hawa hadir disaat aku bersemayam pada kesendirian ku.
Menodai ku dengan cita dan cintanya.

Merajam ku dan terus membuli ku dengan letupan indah tiap katanya.

Ini kah rasanya anugrah atas cinta??

Akankah kisah sang hawa kan terus terajut seperti ini selamanya??
Atau hanya sebuah janji nestapa??

Dan tersadarkan ku bahwa itu hanya sepintas dan bersikap belaka.

Hey kau hawa.
Tolong obati sedih ku dengan sedikit senyum mu malam ini.
Aku tak perduli meski akan ada dusta yang kan terpecikan.

Dan berikan sebaris bait kata indah untuk ku.
Katakan kau inginkan ku berbaring disisi mu.
Walau ku tau kau telah serahkan raga mu pada adam lainnya.

Atau setidaknya katakan bahwa kau ingin ku belai hitam rambut mu.
Walau ku tau kau berhias hanya untuk adam lainnya.

Dusta mu adalah untaian mutiara yang berkilauan.
saat dusta mu hadir dalam kata mu.
kata ketika berucap "KASIH MU HANYA UNTUK KU"

Biarkan ku bawa kata mu sebagai hiasan dalam angan dan kenanga ku.
Untuk temani malam ku yang tak kan pernal lagi bersama sama dengan mu.

Dan janganlah kau bunuh aku.
Membunuh ku dengan seutas kalimat, "KAU TAK PERNAH MENYAYANGI KU".