Berasa pahit
di bibir, secangkir kopi.
Meredamkan
raba rasa lidah.
Pahit asam
kau disana, panas.
Membakar
semua nadi dan darah.
Pahit,
hitam, panas membelalakan mata.
Belati
tertusuk diatas meja takdir.
Berkilat,
menyilaukan mata.
Tajam
mengiris sanubari, dingin membeku.
Sayatkan
saja pada tubuh serupa boneka.
Sampai
merahnya bercucuran mewarnai seujung jari.
Aku tak akan
memilih.
Jiwa, raga,
roh ditikam kematian.
Ku tikamkan
belati pada cangkir kopi.
Cangkir
terpecah belah.
Beling-beling
cangkir meronta tak rela tertikam.
Menyayat
luka itu seperti sembilu, sakit.
Ketika
sakit, doa itu pun terlepas penuh nyali.
Biarkan
tumpah darah itu pada tanah.
Pahit
tersayat itu seperti malam, hening.
No comments:
Post a Comment