Setiap indahnya kata terus dilantunkan mesra oleh dia, penyair.
Setiap katanya membawa kaum pada dilema.
Mengingatkan pada kisah, kasih dan cinta.
Penyair kan mati ketika sajaknya hanya sebongkah sampah.
Sewaktu mahkota dikepalanya tumpah ruah berserakan.
Dengan semua keakuan diatas logika membumi.
Kata-kata itu berasal dati tanah, air dan udara, tuan.
Sajak penyair pun mati tanpa doa para peziarahnya.
Hanya buih kata keakuan yang bersanding pada nisan kubur mu.
Penyair itu mati ketika apa yang didapat dari bumi kau ingkari.
Perut bumi itu semua hanyalah sajak.
Bukan isi kepala penyair.
Penyair itu dibunuh sajaknya sendiri.
Ketika penyair mengangkangi bisik tanyaan anak alam.
Penyair itu mati tanpa ratusan ribu kata, tak satu pun.
Penyair mati karena sajak yang mengukuhkan dirinya sebagai penyair.
Tanpa memijak bumi...
No comments:
Post a Comment